Laman

Senin, 20 Desember 2010

DELAPAN SYARAT BUSANA MUSLIMAH


Dr. Nashiruddin al-Albany

Syaikh Nashiruddin (nama lengkapnya Muhammad Nashiruddin Abu ‘Abdur Rahman, berasal dari Albania) adalah seorang ulama ahli hadits (muhaddits) yang telah menekuni Ilmu Hadits sejak berusia belasan tahun. Karya ilmiah pertama yang ditelitinya ialah Ihya’ Ulumiddin karya al-Ghazali. Usianya belum men- capai 20 tahun ketika beliau meneliti semua hadits dan sumber yang dipakai oleh al-Ghazali, di mana naskah yang berhubungan dengan hal ini dan diberi berbagai catatan oleh al-Albany mencapi lebih dari 2000 halaman.

Kepakarannya dalam Ilmu Hadits diakui oleh para ulama. Oleh karena itu, sangat menarik kalau kita simak ulasan- ulasannya yang berkaitan dengan jilbab dan hijab.

--------------------

Berdasarkan firman Allah SWT. dalam al-Qur’an, tuntunan Sunnah Nabi saw. Dan contoh-contoh teladan dari kehidupan para ulama salaf: Wanita Islam apabila keluar dari rumah diharuskan menutup seluruh badan- nya, dan tidak menampakkan walau sedikit juga dari perhiasan kecantikan dirinya, kecuali muka dan kedua telapak tangan dengan mengenakan busana jilbab model apa saja yang memenuhi delapan syarat berikut:
1. Busana yang meliputi seluruh badan, selain yang dikecualikan

Penjelasan:

Lihat Q. 24 : 31. Dalam ayat itu terkandung penegasan tentang wajibnya menutup seluruh perhiasan kecantikan dari tubuh wanita, di hadapan lelaki lain, kecuali yang tidak bias disembunyikan karena biasa nampak daripadanya.

Maksud dari tafsir ayat: illaa maa zhohara minhaa (kecuali yang [biasa] tampak daripadanya), menurut para ulama salaf r.a. adalah muka dan telapak tangan. Hal itu berdasarkan kebiasaan (para sahabat) dalam ibadah shalat dan haji, muka dan telapak tangan perempuan biasanya terbuka (tidak termasuk aurat).

Pendapat para ulama ini diperkuat oleh hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud r.a. dan juga oleh para perawi hadits yang lain, bahwa ‘Aisyah r.a. menyatakan bahwa Asma’ binti Abu Bakr r.a. dating menghadap Rasulullah saw. dengan menggunakan pakaian tipis atau halus, lalu Rasulullah saw. berpaling dari memandangnya dan bersabda:
”Hai Asma’, wanita yang sudah mencapai umur dewasa tidak boleh menampakkan tubuhnya kecuali ‘ini’ (seraya menunjuk pada muka dan kedua telapak tangannya).”

Hal ini lebih menjamin harga diri, kehormatan, dan lebih dapat menyelamatkan diri dari penyelewengan dan kerusakan. Di samping itu, banyak hadits yang dapat menunjukkan bahwa wanita-wanita pada zaman Nabi saw. (di hadapan Nabi saw.) dengan tidak menutup wajah dan telapak tangan mereka, dan ketika itu Nabi saw. membenarkan dan tidak melarang mereka.

Kemudian lanjutan ayat di atas: wal yudl-ribna bikhumurihinna ‘alaa juyuubihinna (dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka), sesuai dengan maksud hadits di atas, yaitu bahwa wanita tidak wajib menutup wajahnya, sebab kata al-khumur, bentuk jamak dari al-khimar (¹ himar / keledai) artinya adalah kain penutup kepala atau kerudung.

Adapun kata al-juyuub adalah bentuk jamak dari kata al-jaib yang berarti bagian antara atau sekitar bawah kepala bagian depan. Sehingga dalam rangka ini Allah SWT. memerintahkan wanita mu`minat untuk menutupkan kain kerudungnya pada bagian leher dan dadanya, dan tidak diperintahkan untuk dipakai pada wajahnya; maka wajah tidak termasuk aurat.

Selain itu, asbaabun nuzul (latar belakang diturunkannya) firman Allah dalam Surat an-Nuur di atas ialah: “bahwa wanita-wanita pada zaman itu apabila menutupi kepala mereka dengan kerudung, yaitu tutup kepala serupa telekung yang memanjang terurai melalui belakang punggung, tapi bagian sekitar leher sampai dada tetap tidak tertutup.”
Maka Allah memerintahkan untuk melipatkan atau menutupkan kerudung pada sekitar bagian leher sampai dada.

Adapun firman Allah di penghujung ayat di atas: walaa yadl-ribna bi-arjulihinna liyu’lama maa yukhfiina min ziinatihinna (dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui oleh orang lain perhiasan kecantikan yang mereka sembunyikan) menunjukkan bahwa para wanita juga diwajibkan menutup kaki mereka.

Dalam ayat Allah yang lain (Q. 33: 59), wanita mu’minat apabila keluar rumahnya diperintahkan supaya mengenakan pakaian rangkap di luarnya dengan jilbab.
”Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan juga istri-istri orang mu’min, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…”

Yang disebut jilbab ialah pakaian yang lebar atau lapang, yang dipakai rangkap oleh wanita di atas pakaian yang biasanya dipakai. Pendapat lain mengatakan bahwa jilbab ialah pakaian yang dikenakan untuk seluruh badan, menutupi kerudung kepala, leher dan dada.

Kalau kita perhatikan, keterangan dari dua ayat di atas: “…dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka …” (Q. 24: 31) dan “…hendaklah mereka mengulurkan jilbab-nya ke seluruh tubuh mereka…”
(Q. 33: 59) menunjukkan bahwa wanita wajib mengenakan kerudung dan jilbab (di atas kerudung) ketika keluar dari rumah. Dengan demikian wanita lebih tertutup badannya dan dapat terhindar dari hal-hal yang mengakibatkan tampaknya atau terlihatnya bentuk kepalanya dan sekitar leher sampai dada.

2. Busana (jilbab) yang bukan merupakan bentuk perhiasan kecantikan

Penjelasan:

Persyaratan ini berdasarkan pada firman Allah dalam ”…dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya …”
(Q. 24: 31). Perhiasan di sini secara umum mencakup pakaian yang menampakkan perhiasan dan kecantikan yang menarik perhatian lelaki.

Pernyataan di atas juga diperkuat oleh firman Allah SWT. dalam surat al-Ahzab ayat 33: “…dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu, janganlah berhias dan bertingkah laku seperti kehidupan wanita jahiliyah dahulu…”.
Yang dimaksud dengan berhias (at-Tabarruj) dalam ayat di atas ialah: wanita (istri) yang menampakkan (memper- tontonkan) perhiasan kecantikannya, dan apa yang tidak boleh ditampakkan, yang dapat merangsang keinginan lelaki.

3. Merupakan busana rangkap dan tidak tipis

Penjelasan:

Telah bersabda Rasulullah saw. : “Akan terdapat pada ummatku di kemudian hari, wanita-wanita yang berpakaian terbuka (seakan tanpa busana) dan mengenakan perhiasan-perhiasan yang berlebih-lebihan; kutuklah mereka, sebab mereka adalah orang-orang yang terkutuk.”

Imam Ibnu Abdil-Bar berkata: “Yang dimaksudkan Rasulullah saw. ialah wanita-wanita yang berpakaian tetapi anggota aurat tubuhnya kelihatan (misalnya memakai busana tipis).”

Dalam sebuah haditas dari Ummu ‘Alqomah bin Abi ‘Alqomah berkata: “Aku melihat Hafshah binti Abdirrahman bin Abi Bakr datang bertemu ‘Aisyah dengan memakai kerudung tipis sehingga dahinya kelihatan lalu disobek oleh ‘Aisyah seraya berkata: Tidakkah kamu ketahui apa yang difirmankan oleh Allah dalam Surat an-Nur ayat 31 ? Kemudian dia meminta kerudung lain dan dipakaikan kepadanya.

4. Lebar dan tidak ketat, tidak menampakkan bagian dari bentuk tubuh

Penjelasan:

Adakalanya busana seseorang sudah menutup warna kulit, tetapi masih menampakkan bentuk tubuh, sehingga dapat menimbulkan kerusakan akhlak. Oleh karena itu busana wanita Islam haruslah longgar dan lebar.

Usamah bin Zaid berkata: Rasulullah saw. memberikan kepadaku pakaian dari Mesir kuno yang dihadiahkan kepadanya oleh Dahiyyah al-Kalby; lalu aku pakaikan kepada isteriku. Kemudian Nabi saw. bersabda: “Mengapa kamu tidak memakai pakaian dari Mesir kuno itu?” Aku berkata: “Telah kuberikan kepada isteriku untuk dipakai.”
Nabi bersabda: “Suruhlah isterimu memakai pakaian rangkap di atasnya, sebab aku khawatir jika dipakai bentuk tubuhnya akan kelihatan”.

Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa wanita wajib menutup badannya dengan busana yang tidak menampakkan bentuk tubuhnya, sebagai persyaratan menutup aurat. Adapun busana Qibthiyyah dari Mesrir kuno itu sendiri adalah dibuat dari bahan yang tebal. Diperintahkan memakai pakaian rangkap ialah karena busana dari Mesir kuno tersebut dapat menampakkan bentuk tubuh (sempit).

5. Tidak berbau wangi-wangian

Penjelasan:

Terdapat banyak hadits yang melarang wanita menggunakan wangi-wangian jika keluar dari rumah, antara lain adalah hadits-hadits yang sanadnya benar (shahih) berikut:

(1) Hadits riwayat Abu Musa al-Asy’ary, mencritakan bahwa Nabi saw. bersabda: ”Siapa saja dari wanita yang memakai wangi-wangian kemudian berjalan di tengah-tengah orang banyak dengan maksud agar mengetahui baunya yang harum, termasuk berbuat zina”.

(2) Hadits riwayat Zainab ats-Tsaqofiyyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah saorang di antara kalian (wanita) keluar dari rumah menuju masjid, janganlah memakai wangi-wangian”.

(3) Hadits riwayat Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa di antara wanita-wanita yang menggunakan wangi-wangian, janganlah dia menyaksikan bersama kita melakukan sholat di masjid.”

Adapun sebabnya dilarang adalah karena wangi-wangian tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat merangsang keinginan lelaki terhadap wanita.
6. Tidak menyerupai busana laki-laki

Penjelasan:

Hadits-hadits Nabi menyatakan sbb.:

(1) Hadits dari Abu Hurairah r.a.: “Bahwa Rasulullah saw. mengutuk seorang lelaki yang memakai busana perempuan dan sebaliknya perempuan yang memakai pakaian lelaki”

(2) Hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a.: Aku mendengar Rasulullah saw. berkata: “Bukan dari golongan ummatku seorang wanita yang menyerupakan dirinya sebagai lelaki, dan juga sebaliknya lelaki yang menyerupakan dirinya dengan atau seperti wanita.”

(3) Hadits dari Ibnu ‘Abbas r.a.: “Nabi saw. mengutuk orang-orang lelaki yang membawakan dirinya (gerak-gerik / sikapnya) seperti wanita (yang dibuat-buat), dan begitu pula sebaliknya, mengutuk wanita yang membuat-buat dirinya seperti lelaki”.

Lafadz-lafadz hadits di atas jelas mengandung larangan dalam tindakan menyerupakan (seorang laki-laki menjadi perempuan dan perempuan menjadi laki-laki) dalam segala hal, baik pakaian, beberapa sifat, gerak-gerik, dan sebagainya, tetapi bukan dalam hal ‘amal sholih.

Di samping itu, berkenaan dengan masalah ini, patut diketahui dan disadari bahwa orang yang mengubah bentuk dan ciptaan Allah akan mendapatkan kutukan-Nya dan juga kutukan dari Rasul-Nya. Firman Allah SWT. dalam Surat al-Baqarah: 138:
”Shibghah (ciptaan, celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah ? Dan hanya kepada-Nya lah kami mengabdi.”

7. Tidak menyerupai busana-busana wanita kafir
8. Tidak merupakan pakaian yang menyolok mata atau aneh dan menarik perhatian

Tidak ada komentar: